Senin, 18 April 2011

5.1 Menemukan hal-hal yang menarik dari dongeng yang diperdengarkan

Si Janda dan Ketela Pohon

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang
janda di sebuah desa terpencil. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, setiap hari
ia menjual dedaunan dan rempah-rempah
hasil ladang miliknya yang tak seberapa
luas.
Suatu hari terjadi serangan babi
hutan. Seluruh ladang petani di desa itu
hancur karena serangan binatang buas itu,
termasuk ladang si Janda. Si janda sangat
sedih karenanya. Ladang itu adalah satusatunya
sumber penghidupannya. Kini
ladang itu telah rusak dan ia tidak tahu
harus berbuat apa.
Dalam keputusasaannya, ia berjalan
menyusuri hutan seorang diri. Ia berharap
dapat menemukan sesuatu yang bisa dijual
ke pasar. Tak lama kemudian sampailah ia
pada sebuah pohon aneh yang rindang dan
besar. Buahnya panjang dan berwarna
cokelat tua. Si Janda tak pernah tahu
tentang keberadaan pohon tersebut sebelumnya.
Ia lalu duduk di bawah pohon itu untuk
melepas lelah. Tiba-tiba terdengar suara
yang sangat keras, "Hai anak manusia,
mengapa kau duduk di situ? Tidakkah kau
harus bekerja mengurus keluargamu?"
Si Janda sangat terkejut, lalu mencari
asal suara itu. Mengetahui asal suara yang
menggelegar itu dari pohon yang berdiri
kokoh di depannya, tubuh si Janda gemetar.
Lidahnya kelu.
"Jangan takut, aku tak bermaksud jahat
padamu. Ayolah, jawab pertanyaanku,"
balas suara tadi.
Setelah mengumpulkan segala
keberaniannya, akhirnya si Janda men-
ceritakan kejadian yang menimpanya serta
tujuannya datang ke hutan itu.
"Kasihan sekali kau. Kalau begitu,
izinkan aku membantumu, terimalah
pemberianku ini." Pohon itu lalu menjatuhkan
beberapa buahnya. Akan tetapi, si
Janda bingung bagaimana cara
memakannya. Sebab, baru kali ini dia melihat
buah aneh itu.
"Jangan bingung, rebus saja buahku,
kau sudah dapat menikmatinya," terdengar
sang pohon menjelaskan.
"Terima kasih, wahai pohon yang baik.
Aku sangat tertolong sekarang. Dengan apa
aku harus membalas kebaikanmu ini?"
"Tak apa-apa, kau tak perlu membalasnya.
Aku hanya ingin membantu. Oh
... aku lupa memperkenalkan, namaku
Ketela Pohon."
"Sekali lagi terima kasih, Ketela
Pohon."
Begitulah seterusnya, hidup si Janda
kini ditopang sepenuhnya oleh Ketela
Pohon. Buah pemberian Ketela Pohon
sebagian dimakan dan sisanya dijual ke
pasar. Orang-orang sangat menyukai buah
yang dijual oleh si Janda, walaupun awalnya
mereka merasa asing.
Pada suatu hari, tak seperti biasanya
si Janda tidak pergi ke hutan untuk
mengambil buah Ketela Pohon. Hari itu ia
masih mempunyai persediaan untuk
dimakan sekaligus untuk dijual.
Keesokan harinya saat berjualan di
pasar, ia mendengar kabar bahwa kemarin
pasukan kerajaan membabat habis hutan
di daerahnya. Si Janda sangat terkejut. Ia
lalu lari tunggang langgang menuju ke hutan.
Ia ingin membuktikan kebenaran berita itu.
Jika memang benar, sungguh ia tidak ingin
kehilangan dewa penolongnya yang sudah
banyak membantunya saat mengalami
kesulitan hidup.
Sesampai di dalam hutan, tubuh si
Janda lemas. Tak ada sebatang pohon pun
yang masih berdiri tegak, semuanya roboh.
Hanya tonggak-tonggak kayu yang tersisa.
Mata Si Janda nanar melihat pemandangan
yang terpampang persis di
depannya. Tanpa ba bi bu lagi, segera dia
mencari batang ketela pohon.
Akhirnya, ia menemukan Ketela
Pohon yang sudah tergeletak tak berdaya.
Ia menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal
karena kemarin tidak pergi ke hutan. Andai
saja ia kemarin datang, ia bisa melihat
Ketela Pohon untuk yang terakhir kalinya
dan mengucapkan salam perpisahan.
Tapi nasi telah menjadi bubur. Si Janda
hanya bisa menangis meratapi nasibnya.
Dalam tangisnya yang panjang, ia
memohon kepada Tuhan agar dipertemukan
kembali dengan Ketela Pohon.
"Jangan menangis, Kawan. Kau dapat
memotong tubuhku menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, lalu tanamlah. Suatu saat
nanti kau akan kembali bersua denganku,"
kata Ketela Pohon.
Si Janda terperanjat namun gembira.
Tak disangkanya Ketela Pohon sahabatnya
itu masih bisa bersuara. Segera ia
mengambil tubuh Ketela Pohon yang telah
terpotong-potong lalu membawanya pulang
ke rumah. Sesampai di rumah segera ia
tanam batang-batang pohon itu sesuai
dengan petunjuk Ketela Pohon.
Waktu berlalu. Batang-batang itu kini
telah tumbuh bersemi. Potongan batang
yang ditancapkan si Janda di ladangnya kini
tumbuh menjadi satu pohon yang utuh. Saat
si Janda tengah asyik menyiangi tanamannya,
terdengar suara Ketela Pohon, "Terima
kasih, hai Janda yang baik hati! Semua ini
berkat kemuliaan hatimu. Tuhan telah
mengabulkan doamu."
"Tak apa, Kawan! Aku harus membalas
budi baikmu. Kau telah banyak
membantuku."
"Oh ya, kini kau bisa mengambil buahku
kembali. Tetapi, kini buahku berada di dalam
tanah, batangku juga tak bisa tinggi
menjulang seperti dulu lagi."
"Mengapa begitu?" tanya si Janda.
"Itu semua karena kehendak Tuhan.
Kau tak perlu khawatir, aku baik-baik saja.
Kini, kau tak perlu takut kehilangan diriku
lagi karena kau dapat memperbanyak diriku.
Caranya sama dengan yang kau lakukan
kemarin terhadapku."
Si Janda mengangguk-angguk tanda
mengerti, lalu tersenyum bahagia. Kini Ketela
Pohon dapat kembali lagi ke sisinya,
walaupun dengan wujud yang sedikit berbeda.
Begitulah, waktu terus bergulir. Ketela
Pohon tetap hidup hingga kini. Karena
buahnya berada di dalam tanah, orangorang
menyebutnya dengan sebutan umbi.
Mereka juga meniru cara si Janda memperbanyak
tanaman itu yang kemudian lebih
dikenal dengan nama setek. Itulah asal-usul
ketela pohon yang kita kenal sekarang ini.
Catatlah hal-hal menarik dari dongeng tersebut baik yang bersifat menghibur maupun yang berisi ajaran moral!

Tidak ada komentar: