Kamis, 04 November 2010

7.2 Mengomentari buku cerita yang dibaca

Judul buku : Teman dalam Kegelapan
Tahun terbit : 2006
Kota terbit : Jakarta
Penerbit : Penerbitan Sarana Bobo
Teman dalam Kegelapan

"Bangunlah, matahari pagi yang cerah telah datang menjemputmu. Ia mengucapkan
selamat pagi." Aku tersenyum, lalu membuka mataku. Tapi semuanya sama saja. Gelap,
tanpa seberkas cahaya pun. Ya, inilah duniaku. Aku berharap, saat pagi datang,
aku akan dapat melihat burung-burung yang beterbangan dengan tetes embun di atas
dedauan. Itu adalah hal yang biasa bagi anak normal, tetapi merupakan impian
bagiku. Hari ini hari Minggu. Aku tak perlu bersiap-siap berangkat ke sekolah.
Aku duduk di meja belajarku, sambil merabaraba huruf braile yang ada di depanku. Aku
lebih senang membaca buku daripada berjalan-jalan. Bukannya karena aku takut
tersesat, tapi aku takut kejadian dulu terulang lagi.
Saat aku sedang berjalan-jalan,beberapa anak kecil menghampiriku. Aku
"Liz ... .""Aku di sini. Kau tampaknya sedang bahagia."
"Ya. Tadi Mama bilang, Minggu depan aku akan dioperasi."
Sunyi. Tak ada jawaban. "Liz? Apa kau tidak senang?"
"Oh, aku senang. Hanya saja ... aku takut kau tak mau mengenalku lagi
nantinya."
"Liz, kau tak perlu khawatir. Siapa pun kamu, dari mana pun asalmu, aku tak
peduli. Kau adalah sahabat terbaikku."
"Kau akan berkata lain nanti. Percayalah."
Aku hendak membuka mulut lagi, tapi Liz tidak mengizinkanku.
"Dunia itu indah. Tapi ingatlah, jangan terjebak oleh keindahan dunia."
"Liz ... ." Sunyi. Tak ada jawaban. Kemana Liz? Dan ... siapa dia?
* * *
Aku terbaring di sebuah ranjang. Suara alat-alat terdengar di telingaku. Aku takut.
Kemudian beberapa orang suster dan dokter berbicara, tapi aku tak dapat endengarkannya lagi. Aku merasa mengantuk. Lalu aku pun terlelap. Aku tak tahu apakah aku dalam keadaan sadar atau tidak. Yang jelas, aku
merasa tubuhku begitu ringan. Suasana begitu sunyi. Aku merasa sedikit takut.
"Via, ini aku Liz," tiba-tiba Liz berada di hadapanku. "Jangan takut, tenanglah.
Sebentar lagi kau akan bisa melihat. Kau akan menjadi anak yang normal. Kau akan
tahu bagaimana indahnya bunga-bunga di taman dan birunya langit. Aku tahu kau
adalah anak yang baik. Jangan lupakan mereka yang pernah senasib denganmu.
Ingatlah, betapa sulitnya hidup dalam kegelapan."
Setelah itu semuanya kembali sunyi. dapat merasakan tatapan mereka yang
mengejek. Kemudian mereka tertawa dan berteriak. "Orang buta! Orang buta!" Bahkan
mereka melempariku dengan batu-batu kecil. Sejak saat itulah aku lebih suka mengurung
diri.
Aku membutuhkan teman, hingga akhirnya Liz datang. Aku tak tahu siapa dia.
Saat kali pertama mengenalnya, ia berkata, "Aku ada hanya untuk kamu, Via. Karena
itu, aku minta kau tidak mengatakan kepada siapa pun tentang aku."
Sejak saat itulah kami berteman. Liz selalu membangunkanku dengan kata-kata
bijaknya. Liz juga selalu ada saat aku sendirian di dalam kamar. Mama selalu
pulang malam. Aku tahu, Mama berusaha keras agar dapat membiayai operasi mataku.
Ah, seandainya saja Papa masih ada .... . Aku menutup pintu kamar sambil
tersenyum. "Kau sudah siap? Sebentar lagi kau
akan bisa melihat." "Ya, Dokter. Aku cuma terlalu senang."
Aku tertawa kecil. Jantungku berdebar kencang. Mama menggenggam erat
tanganku.
Dokter memegang perbanku, lalu aku mendengar suara gunting. Perbanku mulai
dibuka. Aku merasa kepalaku terasa ringan. Berlapis-lapis perban lepas dari
kepalaku. "Bukalah matamu perlahan-lahan ..." Hatiku semakin berdebar-debar. Dan
perlahan-lahan ... aku merasa melihat seberkas cahaya. Lalu, makin lama
semuanya tampak lebih jelas. Kulihat seorang wanita cantik dengan
wajahnya yang keibuan. Apakah dia ... . "Mama?"
Oh Tuhan, kau bisa melihat, anakku ... ." Mama memelukku erat sekali. Aku
tahu beliau menangis. "Terima kasih, Dokter!" Dokter itu tersenyum.
"Berterima kasihlah kepada Tuhan, Via. Tuhanlah yang telah memberimu
penglihatan ini." Setelah itu dokter pergi dari kamarku.
Lalu aku teringat sesuatu. "Liz .. ." "Kau ingin melihat Liz?" tanya Mama.
Beliau mengambil sesuatu dari sebelah tempat tidurku, dan mataku terbelalak
kaget. Sebuah BONEKA ... "Di .. dia Liz?"
"Ya. Dia Liz. Kau sangat menyayangi dia, kan? Mama tahu kau suka berbicara
dengannya. Papamu yang memberikannyasebelum ia meninggal."
Aku semakin tak percaya. Tiba-tiba kulihat bibirnya bergerak perlahan, seolaholah
mengatakan selamat tinggal. Apakah ini khayalanku? Bulu kudukku merinding.
Analisislah isi buku cerita di atas dari segi isi dan bahasa.

Buatlah format berikut untuk mempermudah analisis kalian!
No Segi Hal-hal yang dikomentari Komentar
Isi
a. Unsur intrinsik
- tema .................................................
- alur.................................................
- penokohan.................................................
- latar.................................................
- sudut pandang.................................................
- amanat.................................................

Menarik atau tidaknya isi buku tersebut

a.Bahasa
b. Keruntutan kalimat
c. Kekomunikatifan kalimat

Tidak ada komentar: